Minggu, 23 Mei 2010

Thabib-thabib Ahl-is-Sunnah


Dalam perkembangan sejarah kedokteran Islam dikenal thabib-thabib ahli sunnah, antara lain:

1. Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ayyub ibnu Sa’aduddin Hafidz, Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah ad-Dimasyqi, ia adalah anak didik Imam Ibnu Taimiyyah yang terkenal teguh memegang ajaran ‘aqidahnya. Ibnu Qayyim adalah seorang fuqaha’ dan seorang thabib, ia lahir di Jauz, Damsyiq (Damaskus) pada tahun 691 Hijriyyah dan wafat pada tahun 751 Hijriyyah.

Ibn-ul-Qayyim banyak menulis kitab sampai berpuluh-puluh jilid, berisikan fiqih, aqidah, farmasi dan atthib. Diantara kitab-kitab tulisannya yang terkenal, antara lain: Zadul-Ma’ad fi Hadyi Khair-il-‘Ubbad, Kitab Ar-Ruh, At-Tha’un Al-Jawab al-Kafi Man Sa’ala ‘an ad-Dawa’ as-Syafi (Jawaban bagi Seorang yang Bertanya Tentang Obat Mujarab), Thibbun-Nabawi, Thibb-u-Qulub, dan lain-lainnya.

Dalam kitab kedokterannya dijelaskannya fungsi alat-alat tubuh, musran (usus), peredaran darah dalam alakan tubuh, pekerjaan jantung, pekerjaan hati, dan lain-lainnya. Di dalamnya dijelaskan juga tentang terjadinya kehamilan karena perpaduan benih laki-laki dan benih perempuan. Dalam uraian tentang ath-thibb itu ia selalu membawakan dalil al-Qur’an dan hadits Nabi SAW.

2. Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad as-Sindi, seorang thabib ahli jiwa dan seorang fuqaha, hafal tentang derajat hadits. Namun ia kurang menuliskan ilmunya, dan kitab karangannya pun disusun kemudian setelah ia meninggal.

3. Ali Akbar al-Andalusi, seorang thabib ahli penyakit dalam, ahli ilmu an-nafs (jiwa) dan ahli penyakit kandungan. Ketika ia menulis kitab, ataupun tengah mengajarkan ilmunya, ia selalu membawakan dalil dari al-Quran dan Hadits Nabi SAW.

Tersebutlah seorang pasien berpenyakit lambung datang bertanya kepadanya, setelah ia periksa dengan teliti ia pun menjawab:

“Hendaklah kamu itu berpantanglah, aturlah makan dan minum dan shaumlah kamu setiap hari Senin dan Kamis!”

Sebulan kemudian ia pun kembali dan berkata:

“Penyakit perutku ini tak pernah kembali.”

Kitab beliau yang terkena adalah Thib-un-Nafs.

4. Lukman Hakim Jawad, seorang thabib dan seorang apoteker, ia seorang alim ahli fiqh, wara’ dan ahli ibadah. Apabila menyapa, ia lemah lembut. Ia ahli mengobati anak-anak, karenanya ia selalu dikerumuni anak-anak kecil yang minta diobati. Ia memberi obat pada anak-anak itu yang lezat cita rasanya dan apabila mengobati, ia bercerita sehingga ia dijadikan sahabat anak-anak.

Dikisahkan, pada suatu hari datanglah seorang perempuan pelacur minta diobati kelaminnya, ia menolak dengan halus, katanya:

“Allah SWT menghendaki agar kamu bertaubat lalu dirajam, insyaAllah kami obati.”

5. Ibnu Syamsuddin, seorang apoteker, seorang da’i dan seorang thabib. Diantara tulisannya adalah Bustan-i-Nabati.

6. Zakaria al-Qazwani, seorang thabib hewan, dikarangnya Kamus Besar Hewan tetapi tak sampai menamatkannya ia meninggal pada tahun 661 Hijriyyah.

7. Ibnu Mursyid, seorang dari ahl-us-sunnah, seorang thabib hewan. Diantara makalahnya adalah tentang penyakit burqul (kanker) pada hewan dan tentang penyakit cacar.

8. Ramadlan Basyir, seorang thabib umum, thabib hewan, dan seorang yang wara’, ia pun ahli dalam membuat obat-obatan untuk hewan.

9. Ahmad ibnu Rumman ibnu Natari ibnu Abd-ur-Rahman ibnu Ma’shum ibnu Utsman as-Syahrani, ia kurang dikenal, orang mengenal Ibnu Rumman itu hanya melalui kitab-kitab karangannya yang terbatas. Hampir semua karangannya dikhususkan untuk kajian mahasiswa kedokteran. Ibnu Rumman dalam lidah Eropa disebut Averoom atau Saren.

Menurut khabar yang bersumber dari seorang sahabatnya, Ibnu Rumman itu seorang thabib keturunan Persia, Arab dan Turki dari pihak ibunya. Ia seorang lulusan Sekolah Kedokteran Tinggi, lalu ia menambah ilmu kedokterannya dengan mengkaji al-kayy yang ia dapatkan dari seorang thabib Hadlralmaut, kemudian api pembakarannya ia ganti dengan obat cair yang dapat meresap ke dalam tubuh.

Ibnu Rumman pernah berpergian ke Afghanistan, Turkistan sampai masuk ke kawasan Negeri China, ia banyak bersahabat dengan bangsa Uighur. Oleh sebab itu pengarang kitab Daht wa Naht banyak mengutip fatwanya. Dari Turkistan ia pernah berpergian ke pedalaman Hindustan sampai Madyadesh.

Riwayat hidup Ibnu Rumman secara lengkap belum diketahui, karena ahli tarikh tidak mencatatkan namanya. Alasannya, pertama bukan thabib istana, dan kedua ia dianggap terlalu Islami sehingga jika ada obat ataupun cara pengobatan yang bertentangan dengan syara’, ia langsung menentangnya dengan keras. Dalam kitabnya, ia menentang penggunaan khamar dalam pengobatan, ditentangnya pula ilmu kahin, khurafat, takhayyul, filsafat, dan asas ‘ashabiyyah (faham kebangsaan), dan ia memasukkan ashabiyah itu sebagai penyakit masyarakat.

Keahlian Ibnu Rumman adalah sebagai seorang thabib, apoteker, ahli ilmu hayat, alam, falaq, sejarah, tafsir al-Quran, hadits, dan an-nafs (jiwa). Semua kitab Ibnu Rumman berdalilkan al-Qur’an dan hadits Nabi SAW.

Kitab-kitab tulisan Ibnu Rumman yang ditemukan antara lain: Thibb-un-Nafs terdiri atas dua jilid, Thibb-un-Nabah terdiri atas enam jilid, dan Awasin al-Kayy terdiri atas delapan jilid.

10. Addah Tsabit Penshabi, ia banyak diceritakan dan dijadikan tamtsil (contoh) orang sezamannya, akan tetapi ia kurang dihargai kaum bangsawan karena penampilannya kurang menarik dan tampak lusuh, dengan tubuhnya yang kecil.

Tsabit Penshabi berpraktek dirumahnya sendiri pada pertengahan tahun 750 Hijriyyah, terkadang ia berjalan seorang diri masuk ke perkampungan untuk menemui pasien-pasiennya. Addah tidak meminta bayaran tetapi jika diberi ia menerimanya sambil mengangkat do’a.

Dikisahkan, ada beberapa orang miskin datang berobat, mereka diperiksa, diobati, diberi obat dan dibekali uang, karenanya Amir kota langsung membantu lembaganya.

Dalam hal mengobati, ia selalu bermuka cerah, bermurah senyum dan tidak meepaskan tablighnya, bahkan ada beberapa orang Hindu penyembah berhala merasa tertarik dan masuk Islam.

11. Luqman al-Hakim ‘Ali al-Gharimi, ia seorang thabib,dan seorang guru kedokteran menegah, yang sering bertabligh dan berdakwah, hanya ia tidak meninggalkan sebuah kitab karangannya pun.

12. Ahmad Fu’ad Ibnu Ali Ghuri, seorang thabib hewan dan seorang mubaligh, diantara karangannya adalah Thibb-ul-Hayawan dan ­Payam-i-Dawa.

13. Tasyrif Amin, ia seorang thabib penyusun Kitab as-Syifa yang terdiri atas dua jilid tebal.

14. Lu’lu ‘Aini, ia seorang thabibah (dokter perempuan) yang mengarang sebuah kitab berjudul Thibb-i-Banat.

Jejak Sejarah Kedokteran Islam

DR. Ja’far Khadem Yamani



Jumat, 19 Maret 2010

Syarah Janji Lanah

Janji lanah Syufu Taesyukhan terdiri dari sebelas butir. Perumus janji lanah berusaha merangkum seluruh dimensi ajaran Islam diproyeksikan kepada tamid sebagai pemilik beladiri dan seorang muslim yang mempunyai kewajiban beribadah kepada Allah.

Dalam poin pertama dirumuskan bahwa: “Sanya aku tidak akan menyekutukan Allah, aku tidak akan percaya pada takhayul, khurafat dan tidaklah aku akan berbuat bid’ah dalam syara.” Rumusan ini mengisyaratkan penguasaan Aqidah yang bersih dari segala kemusyrikan sebagai landasan berfikir, bertindak dan pandangan hidup seorang muslim yang taat termasuk dalam tauhid yang bersih adalah dengan tidak membuat sesuatu yang baru dalam ajaran agama, sebagai pembuktian ketaatan kepada Allah sebagai Musyaari’/Pembuat hukum.

Poin kedua adalah “Sanya aku akan mentaati hukum Allah dan Rasul-Nya, sedaya upayaku kujalankan perintah-Nya, sedaya upayaku ku jauhi larangan-Nya.” Aqidah yang benar dan bersih harus dibuktikan dalam ketaatan terhadap hukum Allah dalam Al-qur’an dan ketaatan terhadap Rasulullah sebagai penafsir Al-Qur’an yang terekam dalam As-Sunnah. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, karena keduanya merupakan satu paket. Meninggalkan ketaatan kepada Rasulnya dengan tidak menerima sunnahnya berarti menolak ketaatan kerhadap Al-qur’an yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah.

Dalam poin ketiga, “Sanya hanya aku pergunakan ilmu ini pada jalan haq, dan semoga terumpangbarahlah aku apakal ilmu ini ku pergunakan pada jalan bathil atau aku menghianati amanat sehingga ilmu ini jatuh di luar haq.” Poin ini menegaskan tujuan pembelajaran beladiri ini menegaskan untuk mempertahankan agama Islam sebagai kebenaran dari Allah SWT.

Poin keempat, “Sanya aku berusaha amar ma’ruf nahi munkar.” Pembelajaran beladiri ini merupakan pelengkap muslim dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan pula melalui organisasi untuk menghadapi kemunkaran yang dilakukan secara terorganisir. Kiprah dalam organisasi dilalui dengan tetap berpedoman ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana terdapat pada poin selanjutnya yang kelima yaitu. “Sanya aku akan mentaati segala peraturan lanah sepanjang peraturan lanah itu tiada menyimpang dari hukum Allah dan Rasul-Nya.”

Untuk poin keenam. “Sanya aku tidak akan takabbur, pongah dan congkak.” Senada dengan poin yang selanjutnya yang ketujuh, yaitu ”Tidaklah aku akan terpancing, terhasut lawan, lalu tidaklah aku akan mengikuti jalan kekafiran.” Poin keenam adalah cermin kepribadian seorang muslim dalam bergaul dengan yang lain, terutama pada yang di bawahnya. Dalam bergaul dengan yang lain, tidak menutup kemungkinan adanya politisasi untuk menghancurkan agama Islam. Karena disadari atau tidak musuh senantiasa menjerumuskan lawannya.” Dalam dunia dakwah, kita mengenal istilah ghazwu al-fikri (perang pemikiran) sebagai solusi barat dalam menghancurkan Islam setelah jelas-jelas disadari bahwa perang secara langsung atau kontak fisik mengalami kekalahan telak sebagaimana dalam perang salib.

Untuk menyikapi, sebagai seorang yang harus membela agama Islam, kita harus bertindak sangat hati-hati yang diikuti peningkatan kemampuan dalam berbagai bidang keilmuan. Hal ini dirumuskan dalam poin kedelapan yaitu “Aku akan teliti bertindak dan tekun mencari ilmu”. Sebagai agama universal Islam nenggariskan adab berteman baik dalam intern maupun diluar kaum muslim. Jalinan tersebut adalah persahabatan yang sesuai dengan peraturan agama. Janji lanah merumuskan dengan perkataan: “Aku berdaya upaya bersahabat dengan siapapun di dalam batas-batas hukum syara.”

Diantara titik-tolak dalam menjalin persahabatan, begitu juga dalam bidang kehidupan yang lain adalah kebenaran. Kebenaran tersebut dalam kefanatikan buta terhadap suatu paham atau golongan. Poin kesembilan menyebutkannya dengan “Aku tidak akan menganut dan berazaskan ashobiyah”.

Setelah memantapkan hati dan aqidah yang benar diikuti dengan benar terhadap hukum-hukum dengan memperjuangkannya, pemilahan ini dari segala hal sepele namun berdampak serius tidak dapat diabaikan. Penggunaan lambang upacara dan penghormatan yang biasa mengandung ajaran/makna tertentu dan berseberangan dengan Islam, harus semaksimal mungkin dihindari. Dalam janji lanah upaya tersebut dirumuskan dengan “Aku tidak akan mempergunakan lambang-lambang, upacara-upacara, penghormatan yang menyalahi syara”. Al-Hadits menyebut perkara ini sebagai tasyabbuh (menyerupai) terhadap kebiasaan negatif yang harus dijauhi.