Senin, 07 Desember 2009

BENTUK GERAK MEDITASI KUNGFU SHAOLIN

Bentuk gerak meditasi shaolin mengikuti ajaran Hindu, Budha dan Tao yang berkembang pada abad ke-4 sampai 6 SM. Pada ajaran agama Hindu meditasi digunakan untuk memulihkan kesehatan lahir dan bathin agar manusia yakin dan percaya pada yang ia miliki, sehingga ia dapat memahami Sang Kuasa (Tuhan). Berbeda dengan ajaran China yakni Tao, ajaran Tao memandang bahwa meditasi bertujuan untuk mencapai keseimbangan eksistensi manusia dan alam. Dari kedua ajaran meditasi di atas kita dapat melihat bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan, hal ini secara otomatis mempengaruhi cara melakukan meditasi itu sendiri. Dalam agama Hindu, meditasi dilakukan dengan sikap dan perilaku duduk, tidur, dan berdiri, meditasi dipusatkan pada eksistensi diri manusia terutama pada Mind dan Soul. Meditasi seperti ini disebut dengan Yogacara (Asraya, Asanga) “Penyatuan eksistensi secara imanesi dan transendensi yang meliputi atribut eksistensi itu sendiri (mocha [diam, bergerak menuju kesempurnaan diri])”. Berbeda dengan ajaran Tao, meditasi dilakukan dengan sikap dan perilaku yang terus bergerak alami dengan pola keseimbangan antara eksistensi dan eksisten (manusia, alam dan keseluruhan realitas yang berada dalam dunia). Disebut dengan Tai Chi (meditasi gerak), yang berarti kesadaran manusia. Gerak meditasi dipusatkan pada proses eksistensi secara total pada Mainsoul “penyingkapan eksistensi diri untuk memunculkan pemahaman akan kehidupan”.

Kemudian kedua bentuk meditasi itu diadobsi dan dikembangkan oleh para biksu Budha sekitar abad ke-7 M di China. Dengan demikian konsep meditasi pun berubah, konsep mendasar yang diajarkan “Sunyata, Satori (Kekosongan)” yang penuh dengan eksistensi diri. Hal ini bertujuan agar manusia terlepas dari samsara dan tidak mengalami tumibalahir sebanyak 33 kali (proses reinkarnasi [hukuman lahir bathin di alam akhir yang diwujudkan secara nyata di dunia), terbebasnya manusia dari samsara, memudahkan manusia mencapai nirvana. Oleh karena itu diperlukan meditasi khusus untuk mencapai kesunyataan/satori. Dengan apologi inilah para biksu Budha pada abad ke-7 M bersepakat untuk menggabungkan kedua meditasi tersebut menjadi “Gerak Diam Alami (Zen dan Ch’an)”. Bentuk meditasi; bergerak diam, lembut, keras, terarah, menyeluruh, dan alami. Setiap gerakan syarat dengan perenungan, penafsiran, pemahaman dan pemaknaan yang disesuaikan dengan emosional, intelektual dan spiritual, oleh karenanya gerakan diambil dari lima elemen alami, sikap perilaku sakyamuni Budha, binatang, tumbuhan dan gerak tanpa nama. Inilah pola-pola meditasi untuk melahirkan kesempurnaan pribadi manusia. Gerak meditasi ini terpusat pada “Belief” percaya terhadap potensi diri dan Tuhan. Bentuk meditasi para biksu Budha ini baru diperkenalkan dan diajarkan pada masyarakat luas dipertengahan abad ke-9 dan bentuk gerakannya dapat kita lihat dalam bentuk beladiri yang kita kenal hari ini.

Ada 99 pola gerak meditasi yang dikembangkan berupa; senam kelentukan, pernafasan, kelincahan dan kekuatan, kemudian dipadukan dalam satu pola gerak yang dinamakan jurus Budha Amitabha dan jurus Budha Sakyamuni. Ke 99 pola gerakan ini dibungkus dalam sebuah buku yang berjudul Budha Meditasi (Sutra Dharma Panditha), jilid 1-5, setebal 1500 halaman. Isinya mengenai gerak meditasi berupa gambar pola gerak. Pada abad ke-11 terjadi kegoncangan, para biksu banyak sekali yang meninggalkan rutinitas meditasi, sekalipun berlatih, hanya sekedarnya saja. Pada abad ke-13 mulai pembenahan kembali, tetapi dari 5 kitab meditasi yang ditulis, 2 kitab inti hilang. 1 Kitab Jurus Budha Menari di Kayangan dan 1 Kitab Budha Bersaksi di Bumi dan Langit. Dua kitab ini meliputi keseluruhan gerak yang terdapat dari kelima kitab yang ditulis. Kedua kitab tersebut menceritakan tentang rangkaian perjalanan kehidupan manusia lahir dan bathin dalam mencapai kesempurnaan hidupnya menuju nirvana. Oleh karena itu pola gerak dirangkai secara menyeluruh, abstrak, tegas, lugas, halus keras berjalan bersama pada titik yang ditentukan oleh kesadaran diri. Barulah pada abad ke-15 kedua kitab meditasi tersebut ditemukan di Indonesia, tetapi bukan berupa kitab meditasi melainkan gerak parktis meditasi, makanya tidak heran sampai sekarang tidak sedikit para biksu Budha yang datang ke Indonesia untuk mengembangkan pola meditasi mereka.