Janji lanah Syufu Taesyukhan terdiri dari sebelas butir. Perumus janji lanah berusaha merangkum seluruh dimensi ajaran Islam diproyeksikan kepada tamid sebagai pemilik beladiri dan seorang muslim yang mempunyai kewajiban beribadah kepada Allah.
Dalam poin pertama dirumuskan bahwa: “Sanya aku tidak akan menyekutukan Allah, aku tidak akan percaya pada takhayul, khurafat dan tidaklah aku akan berbuat bid’ah dalam syara.” Rumusan ini mengisyaratkan penguasaan Aqidah yang bersih dari segala kemusyrikan sebagai landasan berfikir, bertindak dan pandangan hidup seorang muslim yang taat termasuk dalam tauhid yang bersih adalah dengan tidak membuat sesuatu yang baru dalam ajaran agama, sebagai pembuktian ketaatan kepada Allah sebagai Musyaari’/Pembuat hukum.
Poin kedua adalah “Sanya aku akan mentaati hukum Allah dan Rasul-Nya, sedaya upayaku kujalankan perintah-Nya, sedaya upayaku ku jauhi larangan-Nya.” Aqidah yang benar dan bersih harus dibuktikan dalam ketaatan terhadap hukum Allah dalam Al-qur’an dan ketaatan terhadap Rasulullah sebagai penafsir Al-Qur’an yang terekam dalam As-Sunnah. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, karena keduanya merupakan satu paket. Meninggalkan ketaatan kepada Rasulnya dengan tidak menerima sunnahnya berarti menolak ketaatan kerhadap Al-qur’an yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah.
Dalam poin ketiga, “Sanya hanya aku pergunakan ilmu ini pada jalan haq, dan semoga terumpangbarahlah aku apakal ilmu ini ku pergunakan pada jalan bathil atau aku menghianati amanat sehingga ilmu ini jatuh di luar haq.” Poin ini menegaskan tujuan pembelajaran beladiri ini menegaskan untuk mempertahankan agama Islam sebagai kebenaran dari Allah SWT.
Poin keempat, “Sanya aku berusaha amar ma’ruf nahi munkar.” Pembelajaran beladiri ini merupakan pelengkap muslim dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan pula melalui organisasi untuk menghadapi kemunkaran yang dilakukan secara terorganisir. Kiprah dalam organisasi dilalui dengan tetap berpedoman ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana terdapat pada poin selanjutnya yang kelima yaitu. “Sanya aku akan mentaati segala peraturan lanah sepanjang peraturan lanah itu tiada menyimpang dari hukum Allah dan Rasul-Nya.”
Untuk poin keenam. “Sanya aku tidak akan takabbur, pongah dan congkak.” Senada dengan poin yang selanjutnya yang ketujuh, yaitu ”Tidaklah aku akan terpancing, terhasut lawan, lalu tidaklah aku akan mengikuti jalan kekafiran.” Poin keenam adalah cermin kepribadian seorang muslim dalam bergaul dengan yang lain, terutama pada yang di bawahnya. Dalam bergaul dengan yang lain, tidak menutup kemungkinan adanya politisasi untuk menghancurkan agama Islam. Karena disadari atau tidak musuh senantiasa menjerumuskan lawannya.” Dalam dunia dakwah, kita mengenal istilah ghazwu al-fikri (perang pemikiran) sebagai solusi barat dalam menghancurkan Islam setelah jelas-jelas disadari bahwa perang secara langsung atau kontak fisik mengalami kekalahan telak sebagaimana dalam perang salib.
Untuk menyikapi, sebagai seorang yang harus membela agama Islam, kita harus bertindak sangat hati-hati yang diikuti peningkatan kemampuan dalam berbagai bidang keilmuan. Hal ini dirumuskan dalam poin kedelapan yaitu “Aku akan teliti bertindak dan tekun mencari ilmu”. Sebagai agama universal Islam nenggariskan adab berteman baik dalam intern maupun diluar kaum muslim. Jalinan tersebut adalah persahabatan yang sesuai dengan peraturan agama. Janji lanah merumuskan dengan perkataan: “Aku berdaya upaya bersahabat dengan siapapun di dalam batas-batas hukum syara.”
Diantara titik-tolak dalam menjalin persahabatan, begitu juga dalam bidang kehidupan yang lain adalah kebenaran. Kebenaran tersebut dalam kefanatikan buta terhadap suatu paham atau golongan. Poin kesembilan menyebutkannya dengan “Aku tidak akan menganut dan berazaskan ashobiyah”.
Setelah memantapkan hati dan aqidah yang benar diikuti dengan benar terhadap hukum-hukum dengan memperjuangkannya, pemilahan ini dari segala hal sepele namun berdampak serius tidak dapat diabaikan. Penggunaan lambang upacara dan penghormatan yang biasa mengandung ajaran/makna tertentu dan berseberangan dengan Islam, harus semaksimal mungkin dihindari. Dalam janji lanah upaya tersebut dirumuskan dengan “Aku tidak akan mempergunakan lambang-lambang, upacara-upacara, penghormatan yang menyalahi syara”. Al-Hadits menyebut perkara ini sebagai tasyabbuh (menyerupai) terhadap kebiasaan negatif yang harus dijauhi.